Senin, 30 Agustus 2010

Wanita Berburu Alat Bantu Seks

Alat bantu seks eredar bebas. Banyak pria maupun wanita menggunakan alat ini sebagai cara praktis mencapai kepuasan seksual tanpa harus berhubungan badan. Penggemar mayoritas perempuan.Penjualan alat bantu seks dan obat kuat dapat dijumpai di hampir di setiap wilayah di ibukota ini. Misalnya, di Jalan Gajah Mada sampai Glodok, Jalan Mangga Besar (Jakarta Barat), Jalan Kebayoran Lama (Jakarta Selatan), Jatinegara (Jakarta Timur), Tanjung Priok (Jakarta Utara), dan Jalan Kramat Raya (Jakarta Pusat). Umumnya, berdagang malam hingga pagi hari.

Pengakuan penjual,  penggemar alat bantu seks umumnya ibu-ibu, tapi banyak juga wanita muda. Sedangkan obat kuat, mayoritas yang membeli laki-laki, tua ataupun muda.Menurut Andrie yang mangkal di daerah Glodok Kota, saat ini banyak kaum wanita baik tante-tante, mahasiswi dan wanita malam memburu alat bantu seks. Pelanggannya hampir 90 persen orang kaya karena harganya antara Rp350 ribu hingga Rp1,5 juta. Tergantung jenis alatnya. “Yang beli kebanyakan orang bermobil. Biasanya mereka beli jam-jam tertentu. Yang jelas di atas jam 02:00 hingga pukul 04:00,” ujarnya, kemarin.


Memang tidak semua pedagang obat kuat menyediakan alat bantu seks. Tapi jika ada pelanggan yang mau membeli biasanya baru diadakan. “Kami tidak berani menyetok karena takut nggak cepat laku. Tapi jika ada pesanan dalam waktu singkat kami sediakan,” ucapnya.Ahmad, pedagang obat di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengaku  rata-rata dalam satu minggu bisa menjual dua sampai tiga alat bantu seks. “Alat bantu seks paling banyak yang diminati wanita adalah getar atau vibrator dan yang ada mutiaranya,” ungkapnya, seraya menyebut pelanggannya tak hanya dari Jakarta, tapi asal Bogor, Bekasi, Tangerang dan daerah lainnya.




Abeng, penjaga toko obat kuat di Jl. Raya Cilincing, Jakarta Utara, mengatakan dalam sehari ia bisa mengantongi hasil penjualan Rp300 ribu – Rp500 ribu. “Penghasilan kita gak tentu, Mas. Kadang dapat lumayan tapi kadang kita gak dapat uang,” jelasnya.Ia mengaku alat bantu seks yang dijual rata-rata buatan Jepang. Pasalnya, produk Jepang jauh lebih murah dari buatan negara lain. “Mutunya gak kalah dengan buatan Amerika.”K Kegemaran wanita penis ikat pinggang , harganya Rp350 ribu, Vibrator (penis maju mundur) Rp 350 ribu, dan penis buatan Jepang Rp300 ribu.Sedangkan pria banyak memburu alat bantu seks seperti Vibrating (vagina bersuara) Rp375 ribu. Alat bantu berbentuk boneka kecil ini terbuat dari bahan karet yang sangat halus dan elastis. Untuk menggerakkannya, vibrating memiliki empat batere dan monitor untuk mengatur kecepatannya. Setelah beberapa menit di hidupkan vibrating akan megeluarkan suara wanita mendesah. “Biasanya mendengar suara itu pria akan semakin mudah mencapai puncaknya.”



Penjual alat Bantu seks dan obat kuat, mengaku tidak sulit mendapatkan barang dagangannya karena sudah mengahui tempat distributornya. Ada tiga tempat yang memang harganya sesuai kualitas barangnya. Yakni di daerah Pancoran Glodok atau di Kampung Melayu. “Beragam alat Bantu seks tersedia,  tergantung selera calon pelanggannya saja. Nggak susah kok belanja alat bantu seks itu. Tinggal telepon langsung dianterin kurirnya,” ujar Ahmad.Semakin terbukanya arus informasi dan derasnya era keterbukaan dituding menjadi pemicu terjadinya pergeseran dalam penggunaan alat bantu seks. Dulu, alat bantu seks kebanyakan hanya dilakukan oleh kaum pria. Sekarang, kaum wanita juga ikut-ikutan menggunakannya,” cetus dr. Maswita.



Ia menilai, jika wanita ibu rumah tangga atau mahasiswi yang berperilaku seks seperti ini pasti memiliki masalah keharmonisan dan ketidaknyamanan kehidupan seks dalam rumah tangganya. Sehingga mereka merasa perlu menyalurkan hasrat lewat alat bantu.Maswita yang menjabat sebagai Deputi Menko Kesra Bidang Pemberdayaan Perempuan ini menegaskan, pemerintah belum merasa terganggu dengan maraknya pemakaian alat bantu seks oleh ibu rumah tangga maupun mahasiswi ini.    “Karena hingga kini belum ada data resmi soal ini,” ucap Maswita saat dihubungi Pos Kota, Sabtu (3/4).



Ia melihat soal pemakaian alat bantu seks ini merupakan masalah pribadi dan belum masuk gejala sosial sehingga pemerintah  belum merasa perlu untuk  turun tangan.Menurut seksolog Dr. Boyke Dian Nugraha, alat bantu seks biasanya dimanfaatkan oleh  janda atau wanita-wanita yang jauh dari suami untuk memenuhi hasrat seksnya.Jika saat ini tren penggunaannya sudah bergeser ke ibu rumah tangga atau mahasiswi, Boyke mengaku belum mendalaminya.“Kalau sekedar untuk variasi sih oke-oke saja, tapi itu bukan yang utama. Bisa juga untuk lucu-lucuan atau koleksi,” ujarnya.



Kemungkinan lainnya, kata dr. Boyke, adalah mereka ingin menghindari resiko penyakit kelamin.